SangekNihh - Ci Nana Tetangga Ku Yang Cantik - Kali ini
SangekNihh akan menceritakan Cerita Sex Terbaru tentang Ci Nana Tetangga Ku Yang Cantik. Mau tahu kelanjutan
ceritanya? Langsung aja yuk baca dan simak baik-baik pengalamanku ini.
Tetanggaku
ini memang orang yang bertipe mudah bergaul dan ia gampang akrab dengan siapa
saja, termasuk dengan isteriku, Rina.
Kadang aku muak bila Ci Nana ini sering memanggil orang dari kejauhan seperti
memanggil seekor anjing. Tapi tidak apalah, pikirku, mungkin udah jadi
kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak mau akrab. Entah kenapa. Mungkin
karena aku tidak mau bergaul dengan sembarang orang atau karena memang aku
tidak suka dengan tetanggaku yang tergolong baru pindah sekitar dua bulan yang
lalu itu.
Sekitar seminggu yang lalu, saat hendak berangkat ke kantor
aku tanpa sengaja menengadah dan memperhatikan seseorang berjalan mendekati
isteriku yang akan naik mobil kami. Kebetulan saat itu aku sudah ada dalam
mobil dan hendak menginjak pedal gas. Ternyata si Ci Nana. Kebetulan ia hendak
pergi ke arah yang berlawanan. Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah
dari produk cat “CATYLAC” dengan tulisan merah dan kaosnya itu amat tipis
dengan warna dasar putih. Wah.. Buah dadanya itu lho. Tidak kusangka ia punya
payudara yang besar. Kayaknya lebih besar dari punya isteriku.
Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin
memikirkan payudaranya itu. Oh.. andaikata aku punya kesempatan.. aku ingin
tidur dengannya.. atau paling tidak kalo dia tidak mau, aku akan memaksanya.
Aku ingin menikmati payudaranya. Orangnya memang cantik, tinggi dan putih.
Walau berkacamata, dapat kulihat wanita itu kelihatannya memiliki gairah seks
yang tinggi. Entah hanya khayalanku saja atau memang demikian adanya. Rupanya
kesempatan itu akhirnya datang juga.
Dua hari yang lalu, saat lingkungan tempat tinggal kami
sedang sepi, terjadilah hal yang tidak kusangka-sangka. Saat aku pulang
beristirahat pada sekitar pukul dua belas, seseorang wanita memanggilku. Waktu
itu aku hendak menutup dan mengunci pintu pagar.
“Vin..!
Sini bentar, Vin.”
Ternyata Ci Nana. Kudekati dia di pintu pagar rumahnya lalu
aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tak karuan.
“Ada apa Ci?”
Sambil membuka pintu pagar ia menjawab, “Masuklah dulu.. ada
sesuatu yang hendak aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam
rumah (tentunya setelah pagar itu aku tutup dan kunci). Di ruang tamu, aku
kemudian duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berjalan masuk ke
kamarnya. Beberapa menit kemudian ia muncul dengan membawa sebuah kotak
berukuran sedang.
“Aku mau tanya ini, Vin.. kamu ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, untuk aku.
Kotak ini isinya kamu lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu
merah. Entah kenapa.
Kuraih kotak dan kertas yang berisi petunjuk tentang cara
pemakaian benda di dalamnya. Kotaknya memang masih terbungkus rapih. Saat
kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang. Tidak pikir benda apa, eh tidak
tahunya itu alat kelamin pria alias penis palsu terbuat dari semacam plastik
yang dapat digerakkan sesuai dengan kemauan pemakainya. Alat itu harus
menggunakan arus listrik. Setelah kubaca petunjuknya, lalu kujelaskan pada Ci
Nana.
“Ci.. daripada Cici pakai alat ini, mendingan pake yang
aslinya aja gimana.. Maaf, Ko Irwan
(nama suaminya) ‘kan pasti mau tiap malam..” jawabku sambil memandangnya.
“Wah, Vin..
dia jangan diharapin deh.. pulang malam terus.. Datang-datang pengennya tidur
aja.. jadi gimana mau melakukan hubungan intim, Vin.. sementara wanita kayak aku ‘kan butuh dicukupin juga dong
kebutuhan biologisnya..” jawabnya enteng namun wajahnya masih terlihat bersemu
merah. Ia pun tertunduk setelah itu.
“Gimana kalo.. aku aja yang mencoba memuaskan Ci Nana..?”
tanyaku tiba-tiba.
Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku
berkata begitu pada wanita tetangga yang sudah bersuami. Bisa repot nih
jadinya.
“Apa kamu bilang? Enak aja kamu ngomong. Emang kamu mau
dilemparin tetangga lain. Berselingkuh seperti itu nggak boleh tahu..!” jawab Ci
Nana dengan nada tinggi.
Baru sekarang aku melihatnya benar-benar marah. Menyesal
juga jadinya. Beberapa lama kami pun berdiam diri. Lalu Ci Nana bangkit dari
duduknya dan sepertinya ia hendak mengambilkan minum untukku.
“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi juga aku
pulang..” ujarku mencoba merebut kembali hatinya.
Tidak kusangka ia malah membalas, “Ngaco.. siapa yang mau
ngambilin minum buat kamu.. aku mau minum sendiri kok.. Udah sana, pulang aja.
Dan terima kasih udah terjemahin petunjuk alat itu..” jawabnya masih dengan
nada ketus.
Aku pun bangkit dari dudukku. Namun saat aku hendak berjalan
keluar, tiba-tiba muncul ide jahatku.
Dengan berjalan berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci
Nana berjalan. Rupanya ia menuju kamar tidurnya. Kebetulan jalan menuju pintu
kamar, dibatasi oleh korden. Aku pun bersembunyi dibalik korden itu. Untunglah
ia tidak menutup pintu kamar itu sama sekali. Kulihat ia membelakangiku, lalu
pelan-pelan menarik kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya.
Rupanya ia mau mandi.
Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Nana mulai
membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem. Kemudian ia meraih jubah
mandinya yang tergeletak di tempat tidur. Sebelum ia sempat menutupi tubuhnya
yang telanjang, aku segera berlari dan menubruknya. Buk..! Ia terjatuh dengan
keras ke tempat tidurnya yang besar.
“Aduh..! Lepaskan..! Vin.., kok kamu belum pulang, hah..? Mau apa kamu..?” ujarnya kaget
setengah mati.
“Aku mau buktikan bahwa alat punyaku lebih hebat dari penis
buatan itu, Ci..” jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. nanti kalo suamiku pulang gimana..?”
tanyanya lagi dengan nada ketus.
Karena sudah berada di atas tubuhnya yang telanjang, tanpa
buang waktu lagi, aku mengangkangkan kakinya, dan terlihatlah lubang vaginanya
yang berwarna merah muda. Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya. Ci
Nana perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Dari tadi ia terus mendorongku
supaya aku segera terjatuh dari tempat tidur. Kepalanya mulai bergerak ke sana
kemari. Aku langsung mengincar buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya
kuhisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.
Suara tanda ia mulai terangsang mulai terdengar.
“Ah.. ah.. ah..” erangnya.
“Masukkan sekarang Vin.. aku sudah tidak tahan lagi.” ujarnya di tengah-tengah
kenikmatan yang ia alami.
“Tapi kontolku belum tegang, Ci.. dihisap, ya..!” ujarku
sambil menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Kaget juga jadinya dia.
Aku memaju mundurkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Luar biasa hisapan
mulutnya. Walaupun punyaku jadi basah, namun senjata andalanku itu langsung
mengeras. Segera kutarik dari mulutnya. Sebenarnya, Ci Nana tidak rela
melepaskan senjataku dari hisapan mulutnya. Ia mungkin ingin terus mengulumnya
sampai air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.
Beberapa menit kemudian, aku menyibak rambut kemaluannya
yang tebal serta hitam. Bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan. Setelah
mengetahui persis letak lubang senggamanya, kuarahkan penisku ke sana, dan
dengan sekali hujaman, amblaslah penisku ke lubang surga dunia itu. Aku terus
menghujamkan senjataku. Maju-mundur-maju-mundur.., bless.. ceplak.. cepluk..
memang lain rasanya bila bersetubuh dengan wanita yang sudah pernah melahirkan.
Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti. Sementara Ci Nana mulai
bereaksi dengan menggerakkan pantatnya secara memutar. Senjataku seperti
dikocok-kocoknya dalam vaginanya.
Sudah lima belas menit, namun pertarungan birahi kami belum
juga usai. Kami pun kemudian berganti posisi. Ci Nana sekarang dengan posisi
menungging. Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut
kemaluannya sekali lagi. Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya
dengan lebar. Bless.. bless.. bles.., penisku masuk dengan lancar dan pasti.
Tangan kananku meraih pinggangnya, sementara tangan kiriku memain-mainkan
payudara kirinya. Tampak kepalanya menengadah setiap kali tusukanku kuulangi.
Tiba-tiba ia menjerit sambil kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan
kuat.
“Ah.. ah.. ah.. ah..!” rupanya ia orgasme, namun aku belum
juga mencapai puncak. Memang aku lumayan perkasa kali ini.
Beberapa menit berlalu.
Ci Nana akhirnya bilang, “Vin, kamu tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama
dong orgasmenya.”
Setelah aku berbaring, ia meraih penisku yang amat keras dan
tegak dan dihisapnya sambil jongkok di sebelah kananku. Ia juga menjilat dan
mengulum batanganku. Duh.. duh.. duh.. seperti melayang di awan-awan aku
dibuatnya.
“Wah, sebentar lagi kalau kuteruskan bisa-bisa aku
nyemprotin mani di mulutnya nih.” pikirku.
Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku. Ia pun
memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil mengarahkan ke
bibir vaginanya. Dan.. bles.. jeb.. bless.. jeb! Kulihat penisku seperti
tenggelam dalam vaginanya. Aku hanya dapat merem melek jadinya. Ci Nana terus
saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun, kanan-kiri dan setelah beberapa saat
ia melakukannya, aku merasakan ada sesuatu yang akan meledak dalam tubuhku.
Segera saja aku bangkit sambil memeluk tubuhnya yang masih ada di atas
selangkanganku.
“Ah.. ah.. ah.. ah.. crot..! Crot! Crot! Crot..! Crot..!”
sebanyak sembilan kali semprotan maniku masuk ke dalam vaginanya.
Sesudah itu kami tiduran karena kelelahan. Ci Nana masih
memeluk tubuhku.
“Vin, aku
sebenarnya sudah lama ingin berhubungan intim denganmu.. aku tahu kau punya
senjata yang hebat. Jauh lebih hebat dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum
mendapatkan kesempatan untuk itu. Makanya aku pancing kau dengan alat penis
buatan itu. Jadi jangan marah ya. Tadi aku bersuara ketus seolah-olah menolak
kamu hanya permainan saja. Aku mau tahu seberapa tahan kamu melihat tubuh
wanita sepertiku. Makanya aku tadi tidak menutup pintu kamar. Karena kutahu
pasti kamu belum pulang dan kamu tidak akan pulang sebelum kamu bisa
menaklukkanku..” ujarnya tiba-tiba sambil tangannya membelai pelan penis
kebanggaanku yang sudah mulai mengecil.
0 komentar:
Post a Comment