SangekNihh - Merawanin Pujaan Hatiku - Kali ini SangekNihh
akan menceritakan Cerita Sex Terbaru ketika Aku Merawanin Pujaan Hatiku. Mau tahu
kelanjutan ceritanya? Langsung aja yuk baca dan simak baik-baik pengalamanku
ini.
Bermula ketika untuk kesekian kalinya dia Aku ajak main ke
rumah. Awalnya seperti biasanya kami cuman cium-ciuman saja. Cium pipi, cium
bibir, hal biasa kami lakukan. Entah setan apa yang lewat di benak kami.
Tangan kami mulai berani meraba-raba bagian lain, sebenarnya
tidak pantas dilakukan oleh dua insan yang belum menikah. Ketika tangan Aku meraba
payudaranya (kami masih berpakaian lengkap), dia sama sekali tidak menolak. Ini
membuat Aku sedikit
lebih berani untuk meremas payudaranya sedikit lebih keras. Ternyata dia
menikmatinya.
Aku
mencoba untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kali ini tangan Aku perlahan-lahan Aku arahkan
kebagian selangkangannya. Dia masih tidak menolak. Saat itu dia memakai celana
panjang dari kain yang tipis, jadi Aku bisa merasakan lembutnya bibir kemaluannya.
Tanpa Aku sadari tangannya juga telah mengelus-elus selangkangan Aku. Mungkin karena pikiran Aku terlalu
tegang, sampai-sampai Aku kurang memperhatikannya. Kurang masuk akal memang. Tapi itulah
yang terjadi.
Kepasrahannya semakin melambungkan kekurangajaran Aku. Tangan Aku mulai menyelinap
ke balik pakaiannya. Aku kembali meremas-remas payudaranya. Kali ini langsung menyentuh
permukaan kulitnya. Aku lakukan sambil mencium lehernya dengan lembut. Suara desahan lembut
mulai terdengar dari bibirnya, disaat Aku menyelipkan tangan Aku ke balik celana
dalamnya. Ada sedikit rasa ragu ketika meraba bibir kemaluannya secara
langsung.
Aku kumpulkan segenap keberanian Aku yang tersisa. Jari tengah Aku, Aku tekan sedikit demi sedikit dan perlahan ke
belahan kemaluannya. Saat itulah dia tersentak dan menahan tangan Aku. Dia menatap mata Aku.
“Jangan dimasukkan ya Mas”, katanya.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Serta merta dia mencium bibir Aku. Sementara jari Aku masih
mengelus-elus bibir kemaluannya. Lendir yang membasahi dinding vagina perawan
nya, mulai merembes hingga ke bibir kemaluannya.
Aku mencoba untuk memintanya untuk menyentuh dan memegang kemaluan Aku. Ternyata dia tidak menolak.
Terlihat jelas di raut mukanya, dia sedikit gugup ketika membuka rensleting
celana Aku. Dan seakan malu
memandang wajah Aku ketika dia mulai menggenggam kemaluan Aku. Untuk mengurangi ketegangannya Aku mencium
bibirnya.
Selama lebih dari setengah jam kami hanya berani melakukan
itu-itu saja. Kemudian Aku beranikan diri untuk mengajakknya menanggalkan semua pakaian.
Dia terlihat ragu, dan hanya menunduk. Mungkin dia ingin menolak tapi takut
membuat Aku kecewa.
“Kamu bener berani tanggung jawab”, katanya lagi.
Aku terdiam sejenak dan kemudian mengangguk. Padahal dalam hati, Aku bertanya-tanya,
benarkah Aku mampu
bertanggungjawab ? Dia menanyakannya sekali lagi. Dan Aku mengiyakannya
untuk kedua kalinya. Diapun mulai melepaskan kancing bajunya. Ketika Aku membantunya,
dia menolak.
“Biar aku sendiri saja. Kamu lepas baju kamu.”, sahutnya.
Aku menurut saja. Dan tak lama kemudian, tak ada selembar benang
pun pada tubuh kami. Telanjang bulat, walaupun dia masih menutupi payudaranya
dengan tangan dan menyilangkan pahanya untuk menutupi kemaluannya. Aku memeluknya
sambil berusaha menurunkan tangannya.
Dia menurut, saat Aku kembali meremas payudaranya dengan lembut.
Kali ini tanpa diminta dia mau memegang kemaluan Aku sambil
mengelus-elusnya. Entah karena terangsang atau karena Aku mengatakan mau
bertanggungjwab tadi, dia menuntun tangan Aku untuk mengelus selangkangannya.
Agar dia tidak merasa malu, Aku terus mencumbunya. Dia menikmatinya sambil
menekan jari Aku ke bibir kemaluannya, yang Aku rasakan semakin basah oleh lendir. Dia
kemudian merebahkan tubuhnya. Dan Aku pun merebahkan tubuh Aku di atas tubuhnya. Kami kembali bercumbu.
Kali ini sedikit lebih liar.
Suara desahan terdengar lebih nyaring daripada sebelumnya,
ketika Aku mencubit
clitorisnya. Ketika Aku sudah tidak tahan lagi, Aku mencoba “minta ijin” padanya untuk berbuat
lebih jauh. Dia mengangguk sambil sedikit meregangkan belahan pahanya.
Setelah “mendapatkan ijin”, Aku mencoba memasukkan kemaluan Aku ke liang vagina
perawan nya. Tapi sulitnya luar biasa. Berkali-kali Aku coba, tetapi
belahan itu seakan-akan direkatkan oleh lem yang kuat. Ujung kemaluan Aku sampai
sakit rasanya.
Dan dia pun meringis kesakitan, sambil sesekali memekik
kecil, “Aduh. aduh”. Aku sedikit tidak tega juga. Aku hentikan sejenak usaha Aku itu, sambil
kembali mengelus bibir kemaluannya, agar sakitnya sedikit berkurang.
“Masih sakit ?”, tanya Aku.
“Udah nggak begitu sakit.”, jawabnya.
Aku mencobanya lagi. Kali ini Aku minta dia membuka bibir vagina perawan nya
lebih lebar. Alamak, masih susah juga. Padahal kata teman-teman Aku yang sudah sering
berhubungan sex, kalau sudah basah pasti gampang.
Kenyataannya ujung kemaluan Aku sampai sakit gara-gara Aku paksa masuk. Aku hampir
putus asa. Kemaluan Aku mulai lemas lagi karena Aku menjadi kurang konsentrasi. Tiba-tiba Aku teringat
bahwa Aku pernah
baca di majalah, ada jenis selaput dara yang sangat elastis dan relatif lebih
tebal daripada yang normal.
Kepercayaan diri Aku mulai timbul lagi. Aku “mengusulkan”
padanya, pakai jari Aku dulu. Maksud Aku supaya agak lebar lubangnya. Dia setuju saja. Walaupun Aku sadar
selaput dara itu justru akan robek karena jari Aku, bukan karena kemaluan Aku, cara itu tetap Aku lakukan. Dari pada kami (terutama dia) kesakitan, lebih baik
begini.
Mulanya Aku hanya menggunakan jari kelingking. Dia hanya mendesah sambil
menggigit bibirnya. Kemudian Aku lakukan dengan jari tengah, sambil menggerakkannya naik turun.
Dia masih hanya mendesah.
Kemudian Aku masukkan jari tengah dan telunjuk ke liang vagina perawan nya.
Dia menjerit halus sambil menahan tangan Aku agar tidak masuk lebih dalam. Setelah dia
melepaskan tangannya baru Aku lanjutkan lagi dengan sangat perlahan.
Setelah yakin sudah cukup, …
… Aku mencoba kembali memasukkan kemaluan Aku ke liang vagina
perawan nya. Aku menyibakkan bibir vagina perawan nya sementara dia mengarahkan
kemaluan Aku. Memang sedikit
lebih mudah sekarang. Tapi tetap saja dia merintih kesakitan. Aku pun masih
merasakan sakit. Kemaluan Aku seperti diperas dengan sangat keras.
Setiap kali merasakan sakit (dan mungkin perih), dia menahan
“laju” masuknya kemaluan Aku.
Aku pun
hanya berani melakukannya dengan sangat amat perlahan. Hati Aku benar-benar sangat
tidak tega melihatnya merintih kesakitan. Tapi pada akhirnya kemaluan Aku bisa masuk
seluruhnya.
Saat pertama kali berhasil masuk, Aku belum berani
menariknya kembali. Kami hanya berciuman saja, supaya rasa sakit itu reda
dahulu. Setelah itu baru Aku berani menggerakkan pinggul Aku maju mundur, tapi masih sangat pelan. Sementara
tangannya tampak memegang erat ujung bantal, sambil terpejam dan mengigit
bibirnya.
Setelah beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini Aku berada di
bawah, sementara dia duduk di atas Aku.
Dia Aku minta
menggerakan pinggulnya naik turun. Dia hanya beberapa kali melakukannya. Dan
berkata, “Aku nggak bisa”, sambil berguling ke samping Aku. Aku memeluknya dan mengelus rambutnya serta
mencium keningnya.
Kemudian kembali merapatkan tubuh Aku ke atas tubuhnya. Aku memasukkan
kembali kemaluan Aku ke liang vagina perawan nya. Kali ini gampang sekali. Di dorong
sedikit langsung bisa masuk. Dan dia pun tidak lagi merintih kesakitan. Hanya
mendesah halus.
Aku kembali menggerakkan pinggul Aku maju mundur. Aku coba lebih cepat.
Rasanya licin sekali. Aku merasakan diantara kemaluan kami sangat basah oleh lendir
bercampur keringat. Aku terus melakukannya sambil mencium bibirnya.
Kali ini dia lebih erotis. Dia sangat suka menghisap-hisap
lidah Aku, yang sengaja Aku julurkan
ke dalam mulutnya. Sementara tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung dan
pantat Aku. Sesekali Aku jilati
puting susunya dengan lidah Aku.
Namun dia lebih suka kalau Aku menghisap putingnya itu. Sebenarnya saat itu Aku kurang
berkonsentrasi.
Pikiran Aku masih terbagi. Aku masih berpikir agar tidak membuat dia kesakitan. Mungkin karena
itu Aku bisa
bertahan agak lama. Kalau tidak mungkin Aku sudah mengalami ejakulasi.
Setelah cukup lama, tiba-tiba dia menyentakkan pinggulnya ke
atas sambil menekan pantat Aku.
Aku tidak
tahu apakah saat itu dia mengalami orgasme atau tidak. Tapi yang jelas dia
menahan posisi itu cukup lama. Setelah itu dia bilang bahwa dia capek.
Aku pun mengerti, dan walaupun belum mengalami ejakulasi, Aku mengeluarkan
kemaluan Aku dari
liang vagina perawan nya, dan tidur terlentang di sampingnya. Sekilas Aku lihat, di
bibir kemaluannya ada lendir putih yang ketika Aku pegang terasa kental dan lengket, namun
tidak kesat seperti halnya sperma.
Sepertinya dia tahu kalau Aku belum puas (yah namanya juga kurang
konsentrasi). Dia duduk di sebelah Aku sambil kemudian menggenggam kemaluan Aku. Perlahan-lahan dia menggerakan
tangannya naik turun.
Aku sangat menikmati perlakuannya ini. Payudaranya kembali Aku elus-elus.
Sesekali Aku permainkan
putingnya denga jari. Kali ini Aku tidak bisa bertahan lama. Ketika gerakan tangannya semakin
cepat, Aku merasakan
geli yang luar biasa di ujung kemaluan Aku. Dan Aku pun akhirnya mengalami ejakulasi. Dia menampung sperma Aku dengan
telapak tangannya.
Kemudian membersihkan sisanya dengan tissue. Setelah mencuci
tangan serta kamaluannya, dia kembali ke kamar dan mencium Aku. Dia kemudian merebahkan kepalanya di
dada Aku. Sementara Aku mengelus-elus
rambutnya.
Saat membenahi kamar sebelum mengantarnya pulang, pandangan Aku tertuju
pada bekas tissue yang sebagian juga digunakan untuk membersihkan sisa lendir
kemaluannya. Terlihat bercak-bercak merah tanda perawan pada beberapa lembar
tissue. Tapi tidak banyak.
Aku memandangnya dan bertanya, “Masih berdarah nggak ?”
Dia menggeleng, dan menjawab, “Sudah nggak lagi, tadi sudah
aku cuci.”
Setelah itu Aku mengantar dia pulang. Kalau tidak salah waktu itu sudah sekitar
jam sembilan malam. Saat perjalanan kembali pulang, Aku berpikir. Dia
sudah mengorbankan miliknya yang paling berharga kepada Aku. Dia berkorban karena dia percaya pada Aku.
0 komentar:
Post a Comment