SangekNihh – Ngentot Caren Pacarku Tercinta - Kali ini SangekNihh akan
menceritakan Cerita Sex Terbaru ketika
aku Ngentot Caren Pacarku Tercinta. Mau tahu
kelanjutan ceritanya? Langsung aja yuk baca dan simak baik-baik pengalamanku
ini.
Caren adalah pacarku dulu, dia termasuk wanita yang manis
seksi dengan kulit putih mulus, payudaranya lumayan besar, saat kita pacaran
kita belum pernah melakukan bersenggama, biasanya jika aku jalan sama dia jika
tidak bisa menahan nafsu aku akhirnya hanya ora, Caren dirumah mempunyai 2 adek
perempuan yang manis dengan kakaknya, namanya Elen dia mempunyai payudara yang
lebih besar ketimbang Caren. Menurut kakaknya, ukurannya 34B. Inilah yang selalu menjadi perhatianku
kalau aku sedang ngapel ke rumah Caren. Payudaranya yang berayun-ayun kalau
sedang berjalan, membuat penisku berdiri tegak karena membayangkan betapa
enaknya memegang payudaranya.
Sedangkan adiknya yang kedua masih kelas 2 SMP. Namanya Laura.
Tidak seperti kedua kakaknya, kulitnya berwarna sawo matang. Tubuhnya semampai
seperti seorang model cat walk. Payudaranya baru tumbuh. Sehingga kalau memakai
baju yang ketat, hanya terlihat tonjolan kecil dengan puting yang mencuat.
Walaupun begitu, gerak-geriknya sangat sensual.
Pada suatu hari, saat di rumah Caren sedang tidak ada orang,
aku datang ke rumahnya. Wah, pikiranku langsung terbang ke mana-mana. Apalagi Caren
mengenakan daster dengan potongan dada yang rendah berwarna hijau muda sehingga
terlihat kontras dengan kulitnya.
Kebetulan saat itu aku membawa VCD yang baru saja kubeli.
Maksudku ingin kutonton berdua dengan Caren. Baru saja hendak kupencet tombol
play, tiba-tiba Caren menyodorkan sebuah VCD porno. “Hei, dapat darimana
sayang?” tanyaku sedikit terkejut. “Dari teman.
Tadi dia titip ke Caren karena takut ketahuan ibunya”,
katanya sambil duduk di pangkuanku. “Nonton ini aja ya sayang.
Caren kan belum pernah nonton yang kayak gini, ya?” pintanya
sedikit memaksa.
“Oke, terserah kamu”, jawabku sambil menyalakan TV.
Beberapa menit kemudian, kami terpaku pada adegan panas demi
adegan panas yang ditampilkan. Tanpa terasa penisku mengeras. Menusuk-nusuk
pantat C Caren risti yang duduk di pangkuanku. Caren pun memandang ke arahku
sambil tersenyum.
Rupanya dia juga merasakan. “Ehm, kamu udah terangsang ya
sayang?” tanyanya sambil mendesah dan kemudian mengulum telingaku. Aku hanya
bisa tersenyum kegelian. Lalu tanpa basa-basi kuraih bibirnya yang merah dan
langsung kucium, kujilat dengan penuh nafsu.
Jari-jemari Caren yang mungil mengelus-elus penisku yang
semakin mengeras. Lalu beberapa saat kemudian, tanpa kami sadari ternyata kami
sudah telanjang bulat. Segera saja Caren kugendong menuju kamarnya.
Di kamarnya yang nyaman kami mulai melakukan foreplay.
Kuremas payudaranya yang kiri. Sedangkan yang kanan kukulum putingnya yang
mengeras. Kurasakan payudaranya semakin mengeras dan kenyal. Kuganti posisi.
Sekarang lidahku liar menjilati vaginanya yang basah. Kuraih
klitorisnya, dan kugigit dengan lembut.
“Aahh… ahh… sa.. sayang, Caren udah nggak kuat… emh… ahh… Caren
udah mau keluar… aackh… ahh… ahh!” Kurasakan ada cairan hangat yang membasahi
mukaku. Setelah itu, kudekatkan penisku ke arah mulutnya.
Tangan Caren meremas batangku sambil mengocoknya dengan
perlahan, sedangkan lidahnya memainkan buah pelirku sambil sesekali
mengulumnya. Setelah puas bermain dengan buah pelirku, Caren mulai memasukkan
penisku ke dalam mulutnya.
Mulutnya yang mungil tidak muat saat penisku masuk
seluruhnya. Tapi kuakui sedotannya memang nikmat sekali. Sambil terus mengulum
dan mengocok batang penisku, Caren memainkan puting susuku. Sehingga membuatku
hampir ejakulasi di mulutnya. Untung masih dapat kutahan.
Aku tidak mau keluar dulu sebelum merasakan penisku masuk ke
dalam vaginanya yang masih perawan itu.
Saat sedang hot-hotnya, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku
dan Caren terkejut bukan main. Ternyata yang datang adalah kedua adiknya.
Keduanya spontan berteriak kaget. “Kak Caren, apa-apan sih? Gimana kalau
ketahuan Mama?” teriak Laura.
Sedangkan Elen hanya menunduk malu. Aku dan Caren saling
berpandangan. Kemudian aku bergerak mendekati Laura. Melihatku yang telanjang
bulat dengan penis yang berdiri tegak, membuat Laura berteriak tertahan sambil
menutup matanya.
“Iih… Kakak!” jeritnya. “Itunya berdiri!” katanya lagi
sambil menunjuk penisku. Aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya. Setelah
dekat, kurangkul dia sambil berkata, “Laura, Kakak sama Kak Caren kan nggak
ngapa-ngapain.
Kita kan lagi pacaran. Yang namanya orang pacaran ya… kayak
begini ini. Nanti kalo Laura dapet pacar, pasti ngelakuin yang kayak begini
juga. Laura udah bisa apa belum?” tanyaku sambil mengelus pipinya yang halus.
Laura menggeleng perlahan. “Mau nggak Kakak ajarin?” tanyaku
lagi. Kali ini sambil meremas pantatnya yang padat.
“Mmh, Laura malu ah Kak”, desahnya.
“Kenapa musti malu? Laura suka nggak sama Kakak?” kataku
sambil menciumi belakang lehernya yang ditumbuhi rambut halus.
“Ahh, i.. iya. Laura udah lama suka ama Kakak. Tapinya nggak
enak sama Kak Caren”, jawabnya sambil memejamkan mata.
Tampaknya Laura menikmati ciumanku di lehernya. Setelah puas
menciumi leher Laura, aku beralih ke Elen.
“Kalo Elen gimana? Suka nggak ama Kakak?” Elen mengangguk
sambil kepalanya masih tertunduk. “Ya udah. Kalo gitu tunggu apa lagi”, kataku
sambil menggandeng keduanya ke arah tempat tidur. Elen duduk di pinggiran
tempat tidur sambil kusuruh untuk mengulum penisku.
Pertamanya sih dia nggak mau, tapi setelah kurayu sambil
kuraba payudaranya yang besar itu, Elen mau juga. Bahkan setelah beberapa kali
memasukkan penisku ke dalam mulutnya, Elen tampaknya sangat menikmati tugasnya
itu.
Sementara Elen sedang memainkan penisku, aku mulai merayu Laura.
“Laura, bajunya Kakak buka ya?” pintaku sedikit memaksa sambil mulai membuka
kancing baju sekolahnya. Lalu kulanjutkan dengan membuka roknya.
Ketika roknya jatuh ke lantai, terlihat CD-nya sudah mulai
basah. Segera saja kulumat bibirnya dengan bibirku. Lidahku bergerak-gerak
menjilati lidahnya. Laura pun kemudian melakukan hal yang sama. Sambil tetap
menciumi bibirnya, tanganku bermaksud membuka BH-nya.
Tapi segera ditepiskannya tanganku. “Jangan Kak, malu. Dada Laura
kan kecil”, katanya sambil menutupi dadanya dengan tangannya. Dengan tersenyum
kuajak dia menuju ke kaca yang ada di meja rias. Kusuruh dia berkaca.
Sementara aku ada di belakangnya. “Dibuka dulu ya!” kataku
membuka kancing BH-nya sambil menciumi lehernya. Setelah BH-nya kujatuhkan ke
lantai, payudaranya kuremas perlahan sambil memainkan putingnya yang berwarna
coklat muda dan sudah mengeras itu.
“Nah, kamu lihat sendiri kan. Biar dada kamu kecil, tapi kan
bentuknya bagus. Lagian kamu kan emang masih kecil, wajar aja kalo dada kamu
kecil. Nanti kalo udah gede, dada kamu pasti ikutan gede juga”, kataku sambil
mengusapkan penisku ke belahan pantatnya.
Laura mendesah keenakan. Kepalanya bersandar ke dadaku.
Tangannya terkulai lemas. Hanya nafasnya saja yang kudengar makin memburu.
Segera kugendong dia menuju ke tempat tidur. Kutidurkan dan kupelorotkan
CD-nya.
Bulu kemaluannya masih sangat jarang. Menyerupai bulu halus
yang tumbuh di tangannya. Kulebarkan kakinya agar mudah menuju ke vaginanya.
Kucium dengan lembut sambil sesekali kujilat klitorisnya. Sementara Elen kusuruh
untuk meremas-remas payudaranya adiknya itu.
“Aahh… ach… ge… geli Kak. Tapi nikmat sekali, aahh terus
Kak. Jangan berhenti. Mmh… aahh… ahh.” Setelah puas dengan vagina Laura. Aku
menarik Elen menjauh sedikit dari tempat tidur. Caren kusuruh meneruskan. Lalu
dengan gaya 69, Caren menyuruh Laura menjilati vaginanya. Sementara itu, aku
mulai mencumbu Elen.
Kubuka kaos ketatnya dengan terburu-buru. Lalu segera kubuka
BH-nya. Sehingga payudaranya yang besar bergoyang-goyang di depan mukaku.
“Wow, tete kamu bagus banget. Apalagi putingnya, merah
banget kayak permen”, godaku sambil meremas-remas payudaranya dan mengulum
putingnya yang besar. Sedangkan Elen hanya tersenyum malu.
“Ahh, ah Kakak, bisa aja”, katanya sambil tangan kirinya
mengelus kepalaku dan tangan kanannya berusaha manjangkau penisku. Melihat dia
kesulitan, segera kudekatkan penisku dan kutekan-tekankan ke vaginanya.
Sambil mendesah keenakan, tangannya mengocok penisku. Karena
kurasakan air maniku hampir saja muncrat, segera kuhentikan kocokannya yang
benar-benar nikmat itu. Harus kuakui, kocokannya lebih nikmat daripada Caren.
Setelah menenangkan diri agar air maniku tidak keluar dulu,
aku mulai melorotkan CD-nya yang sudah basah kuyup. Begitu terbuka, terlihat
bulu kemaluannya lebat sekali, walaupun tidak selebat Caren, sehingga membuatku
sedikit kesulitan melihat vaginanya.
Setelah kusibakkan, baru terlihat vaginanya yang berair.
Kusuruh Elen mengangkang lebih lebar lagi agar memudahkanku menjilat vaginanya.
Kujilat dan kuciumi vaginanya. Kepalaku dijepit oleh kedua pahanya yang putih
mulus dan padat.
Nyaman sekali pikirku. “aahh, Kak… Elen mau pipiss…”
erangnya sambil meremas pundakku. “Keluarin aja. Jangan ditahan”, kataku. Baru
selesai ngomong, dari vaginanya terpancar air yang lumayan banyak. Bahkan
penisku sempat terguyur oleh pipisnya.
Wah nikmat sekali jeritku dalam hati. Hangat. Setelah
selesai, kuajak Elen kembali ke tempat tidur. Kulihat Caren dan Laura sedang
asyik berciuman sambil tangan keduanya memainkan vaginanya masing-masing.
Sementara di sprei terlihat ada banyak cairan. Rupanya
keduanya sudah sempat ejakulasi. Karena Caren adalah pacarku, maka ia yang
dapat kesempatan pertama untuk merasakan penisku. Kusuruh Caren nungging.
“Sayang, Caren udah lama nunggu saat-saat ini”, katanya
sambil mengambil posisi nungging. Setelah sebelumnya sempat mencium bibirku dan
kemudian mengecup penisku dengan mesra. Tanpa berlama-lama lagi, kuarahkan
penisku ke vaginanya yang sedikit membuka. Lalu mulai kumasukkan sedikit demi
sedikit.
Vaginanya masih sangat sempit. Tapi tetap kupaksakan. Dengan
hentakan, kutekan penisku agar lebih masuk ke dalam. “Aachk! Sayang, sa… sakit!
aahhck… ahhck…” Caren mengerang tetapi aku tak peduli. Penisku terus
kuhunjamkan.
Sehingga akhirnya penisku seluruhnya masuk ke dalam
vaginanya. Kuistirahatkan penisku sebentar. Kurasakan vaginanya
berdenyut-denyut. Membuatku ingin beraksi lagi. Kumulai lagi kocokan penisku di
dalam vaginanya yang basah sehingga memudahkan penisku untuk bergerak.
Kutarik penisku dengan perlahan-lahan membuatnya menggeliat
dalam kenikmatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Makin kupercepat
kocokanku. Tiba-tiba tubuh Caren menggeliat dengan liar dan mengerang dengan
keras.
Kemudian tubuhnya kembali melemas dengan nafas yang memburu.
Kurasakan penisku bagai disemprot oleh air hangat. Rupanya Caren sudah
ejakulasi. Kucabut penisku dari vaginanya. Terlihat ada cairan yang menetes
dari vaginanya.
“Kok ada darahnya sayang?” tanya Caren terkejut ketika
melihat ke vaginanya. “Kan baru pertama kali”, balas Caren mesra. “Udah, nggak
apa-apa. Yang penting nikmat kan sayang?” kataku menenangkannya sambil
mengeluskan penisku ke mulut Elen.
Caren cuma tersenyum dan setelah kucium bibirnya, aku pindah
ke Elen. Sambil mengambil posisi mengangkang di atasnya, kudekatkan penisku ke
mulutnya. Kusuruh mengulum sebentar. Lalu kuletakkan penisku di antara belahan
payudaranya. Kemudian kudekatkan kedua payudaranya sehingga menjepit penisku.
Begitu penisku terjepit oleh payudaranya, kurasakan
kehangatan. “Ooh… Elen, hangat sekali. Seperti vagina”, kataku sambil
memaju-mundurkan pinggulku. Elen tertawa kegelian. Tapi sebentar kemudian yang
terdengar dari mulutnya hanyalah desahan kenikmatan.
Setelah beberapa saat mengocok penisku dengan payudaranya,
kutarik penisku dan kuarahkan ke mulut bawahnya. “Dimasukin sekarang ya?”
kataku sambil mengusapkan penisku ke bibir kewanitaannya. Kusuruh Elen lebih
mengangkang.
Kupegang penisku dan kemudian kumasukkan ke dalam
kewanitaannya. Dibanding Caren, vagina Elen lebih mudah dimasuki karena lebih
lebar. Kedua jarinya membuka kewanitaannya agar lebih gampang dimasuki.
Sama seperti kakaknya, Elen sempat mengerang kesakitan. Tapi
tampaknya tidak begitu dipedulikannnya. Kenikmatan hubungan seks yang belum
pernah dia rasakan mengalahkan perasaan apapun yang dia rasakan saat itu.
Kupercepat kocokanku.
“Aahh… aahh… aacchk… Kak terus Kak… ahh… ahh… mmh… aahh… Elen
udah mau ke… keluar.” Mendengar itu, semakin dalam kutanamkan penisku dan
semakin kupercepat kocokanku.
“Aahh… Kak… Elen keluar! mmh… aahh… ahh…” Segera kucabut
penisku. Dan kemudian dari bibir kemaluannya mengalir cairan yang sangat
banyak. “Elen, nikmat khan?” tanyaku sambil menyuruh Laura mendekat.
“Enak sekali Kak. Elen belum pernah ngerasain yang kayak
gitu. Boleh kan Elen ngerasain lagi?” tanyanya dengan mata yang sayu dan senyum
yang tersungging di bibirnya. Aku mengangguk. Dengan gerakan lamban, Elen pindah
mendekati Caren.
Yang kemudian disambut dengan ciuman mesra oleh Caren. “Nah,
sekarang giliran kamu”, kataku sambil merangkul pundak Laura. Kemudian, untuk
merangsangnya kembali, kurendahkan tubuhku dan kumainkan payudaranya.
Bisa kudengar jantungnya berdegup dengan keras. “Laura jangan
tegang ya. Rileks aja”, bujukku sambil membelai-belai vaginanya yang mulai
basah. Laura cuma mengangguk lemah. Kubaringkan tubuhku. Kubimbing Laura agar
duduk di atasku.
Setelah itu kuminta mendekatkan vaginanya ke mulutku.
Setelah dekat, segera kucium dan kujilati dengan penuh nafsu. Kusuruh tangannya
mengocok penisku. Beberapa saat kemudian, “Kak… aahh… ada yang… mau… keluar
dari memek Laura … aahh… ahh”, erangnya sambil menggeliat-geliat. “Jangan
ditahan Laura.
Keluarin aja”, kataku sambil meringis kesakitan. Soalnya
tangannya meremas penisku keras sekali. Baru saja aku selesai ngomong,
vaginanya mengalir cairan hangat. “Aahh… aachk… nikmat sekali Kak… nikmat…”
jerit Laura dengan tangan meremas-remas payudaranya sendiri.
Setelah kujilati vaginanya, kusuruh dia jongkok di atas
penisku. Begitu jongkok, kuangkat pinggulku sehingga kepala penisku menempel
dengan bibir vaginanya. Kubuka vaginanya dengan jari-jariku, dan kusuruh dia
turun sedikit-sedikit.
Vaginanya sempit sekali. Maklum, masih anak-anak. Penisku mulai
masuk sedikit-sedikit. Laura mengerang menahan sakit. Kulihat darah mengalir
sedikit dari vaginanya. Rupanya selaput daranya sudah berhasil kutembus.
Setelah setengah dari penisku masuk, kutekan pinggulnya dengan keras sehingga
akhirnya penisku masuk semua ke vaginanya.
Hentakan yang cukup keras tadi membuat Laura menjerit
kesakitan. Untuk mengurangi rasa sakitnya, kuraba payudaranya dan kuremas-remas
dengan lembut. Setelah Laura merasa nikmat, baru kuteruskan mengocok vaginanya.
Lama-kelamaan Laura mulai menikmati kocokanku.
Kunaik-turunkan tubuhnya sehingga penisku makin dalam menghunjam ke dalam
vaginanya yang semakin basah. Kubimbing tubuhnya agar naik turun.
“Aahh… aahh… aachk… Kak… Laura … mau keluar… lagi”, katanya
sambil terengah-engah. Selesai berbicara, penisku kembali disiram dengan cairan
hangat. Bahkan lebih hangat dari kedua kakaknya. Begitu selesai ejakulasi, Laura
terkulai lemas dan memelukku.
Kuangkat wajahnya, kubelai rambutnya dan kulumat bibirnya
dengan mesra. Setelah kududukkan Laura di sebelahku, kupanggil kedua kakaknya
agar mendekat. Kemudian aku berdiri dan mendekatkan penisku ke muka mereka
bertiga.
Kukocok penisku dengan tanganku. Aku sudah tidak tahan lagi.
Mereka secara bergantian mengulum penisku. Membantuku mengeluarkan air mani
yang sejak tadi kutahan. Makin lama semakin cepat. Dan akhirnya, crooottt…
croott… creet… creet! Air maniku memancar banyak sekali.
Membasahi wajah kakak beradik itu. Kukocok penisku lebih
cepat lagi agar keluar lebih banyak. Setelah air maniku tidak keluar lagi,
ketiganya tanpa disuruh menjilati air mani yang masih menetes. Lalu kemudian
menjilati wajah mereka sendiri bergantian.
Setelah selesai, kubaringkan diriku, dan ketiganya kemudian
merangkulku. Laura di kananku, Elen di samping kiriku, sedangkan Caren tiduran
di tubuhku sambil mencium bibirku. Kami berempat akhirnya tertidur kecapaian.
0 komentar:
Post a Comment