SangekNihh - Memanfaatkan Pembantuku Yang Lugu - Kali ini
SangekNihh akan menceritakan Cerita Sex Terbaru ketika aku Memanfaatkan
Pembantuku Yang Lugu. Mau tahu kelanjutan ceritanya? Langsung aja yuk baca dan
simak baik-baik pengalamanku ini.
Aku adalah seorang pria yang berusia 34 tahun sudah memiliki
seorang Istri dan putra yang berusia 6 tahun. Isteriku bekerja sebagai Direktur
di suatu prusahaan swasta. Kehidupan rumah tanggaku harmonis dan bahagia,
kehidupan seks-ku dengan isteriku tidak ada hambatan sama sekali.
Kami memiliki seorang pembantu, Putri namanya, berumur
kurang lebih 22 tahun, belum kawin dan masih lugu karena kami dapatkan langsung
dari desanya di Jawa Timur. Wajahnya biasa saja, tidak cantik juga tidak jelek,
kulitnya bersih dan putih terawat, badannya kecil, tinggi kira-kira 157 cm,
tidak gemuk tapi sangat ideal dengan postur tubuhnya.
Cerita ini berawal ketika aku pulang kantor kurang lebih
pukul 14:00, jauh lebih cepat dari biasanya yang pukul 19:00. Anakku biasanya
pulang dengan ibunya pukul 18:30, dari rumah neneknya. Seperti biasanya, aku
langsung mengganti celanaku dengan sarung kegemaranku yang tipis tapi adem,
tanpa celana dalam. Pada saat aku keluar kamar, nampak Putri sedang menyiapkan
minuman untukku, segelas besar es teh manis.
Pada saat dia akan memberikan padaku, tiba-tiba dia
tersandung karpet di depan sofa di mana aku duduk sambil membaca koran, gelas
terlempar ke tempatku, dan dia terjerembab tepat di pangkuanku, kepalanya
membentur keras kemaluanku yang hanya bersarung tipis. Spontan aku meringis
kesakitan dengan badan yang sudah basah kuyup tersiram es teh manis, dia bangun
membersihkan gelas yang jatuh sambil memohon maaf yang tidak henti-hentinya.
Semula aku akan marah, namun melihat wajahnya yang lugu aku
jadi kasihan, sambil aku memegangi kemaluanku aku berkata, “Sudahlah nggak
pa-pa, cuman iniku jadi pegel”, sambil menunjuk kemaluanku.
“Putri harus gimana Pak?” tanyanya lugu.
Aku berdiri sambil berganti kaos oblong, menyahut sambil
iseng, “Ini musti diurut nih!”
“Ya, Pak nanti saya urut, tapi Putri bersihin ini dulu Pak!”
jawabnya.
Aku langsung masuk kamar, perasaanku saat itu kaget
bercampur senang, karena mendengar jawaban pembantuku yang tidak
disangka-sangka. Tidak lama kemudian dia mengetuk pintu, “Pak, Mana Pak yang
harus Putri urut..” Aku langsung rebah dan membuka sarung tipisku, dengan
kemaluanku yang masih lemas menggelantung. Putri menghampiri pinggir tempat
tidur dan duduk.
“Pake, rhemason apa balsem Pak?” tanyanya.
“Jangan.. pake tangan aja, ntar bisa panas!” jawabku.
Lalu dia meraih batang kemaluanku perlahan-lahan,
sekonyong-konyong kemaluanku bergerak tegang, ketika dia menggenggamnya.
“Pak, kok jadi besar?” tanyanya kaget.
“Wah itu bengkaknya mesti cepet-cepet diurut. Kasih ludahmu
aja biar nggak seret”, kataku sedikit tegang.
Dengan tenang wajahnya mendekati kemaluanku, diludahinya
ujung kemaluanku.
“Ah.. kurang banyak”, bisikku bernafsu.
Kemudian kuangkat pantatku, sampai ujung kemaluanku
menyentuh bibirnya, “Dimasukin aja ke mulutmu, biar nggak cape ngurut, dan
cepet keluar yang bikin bengkak!” perintahku seenaknya.
Perlahan dia memasukkan kemaluanku, kepalanya kutuntun naik
turun, awalnya kemaluanku kena giginya terus, tapi lama-lama mungkin dia
terbiasa dengan irama dan tusukanku. Aku merasa nikmat sekali. “Akh.. uh.. uh..
hah..” Kulumannya semakin nikmat, ketika aku mau keluar aku bilang kepadanya, “Putri
nanti kalau aku keluar, jangan dimuntahin ya, telan aja, sebab itu obat buat
kesehatan, bagus sekali buat kamu”, bisikku. “Hepp.. ehm.. HPp”, jawabnya
sambil melirikku dan terus mengulum naik turun.
Akhirnya kumuncratkan semua air maniku. “Akh.. akh.. akh.. Put..
Put.. enakhh..” Pada saat aku menyemprotkan air maniku, dia diam tidak
bergerak, wajahnya meringis merasakan cairan asing membasahi kerongkongannya,
hanya aku saja yang membimbing kepalanya agar tetap tidak melepas kulumannya.
Setelah aku lemas baru dia melepaskan kulumannya, “Udah
Pak?, apa masih sakit Pak?” tanyanya lugu, dengan wajah yang memelas, bibirnya
yang basah memerah, dan sedikit berkeringat. Aku tertegun memandang Putri yang
begitu menggairahkan saat itu, aku duduk menghampirinya, “Putri kamu capek ya,
apa kamu mau tahu kalau kamu diurut juga kamu bisa seger kayak Bapak sekarang!”
“Nggak Pak, saya nggak capek, apa bener sih Pak kalo diurut
kayak tadi, bisa bikin seger? tanyanya semakin penasaran. Aku hanya menjawab
dengan anggukan dan sambil meraih pundaknya kucium keningnya, lalu turun ke
bibirnya yang basah dan merah, dia tidak meronta juga tidak membalas. Aku
merasakan keringat dinginnya mulai keluar, ketika aku mulai membuka kancing
bajunya satu persatu, sama sekali dia tidak berontak hingga tinggal celana
dalam dan Bh-nya saja.
Tiba-tiba dia berkata, “Pak, Putri malu Pak, nanti kalo Ibu
dateng gimana Pak?” tanyanya takut.
“Lho Ibu kan baru nanti jam enam, sekarang baru jam tiga,
jadi kita masih bisa bikin seger badan”, jawabku penuh nafsu. Lalu semua kubuka
tanpa penutup, begitu juga aku, kemaluanku sudah mulai berdiri lagi.
Dia kurebahkan di tepi tempat tidur, lalu aku berjongkok di
depan dengkulnya yang masih tertutup rapat, “Buka pelan-pelan ya, nggak pa-pa
kok, aku cuma mau urut punya kamu”, kataku meyakinkan, lalu dia mulai membuka
pangkal pahanya, putih, bersih dan sangat sedikit bulunya yang mengitari liang
kewanitaannya, cenderung botak.
Dengan ketidaksabaranku, aku langsung menjilat bibir luar
kewanitaannya, tanpa ampun aku jilat, sesekali aku sodokkan lidahku ke dalam,
“Akh.. Pak geli.. akh.. akuhhfh..” Klitorisnya basah mengkilat, berwarna merah
jambu.
Aku hisap, hanya kira-kira 5 menit kulumat liang
kewanitaannya, lalu dia berteriak sambil menggeliat dan menjepit kepalaku
dengan pahanya serta matanya terpejam. “Akh.. akh.. uahh..” teriakan panjang
disertai mengalirnya cairan dari dalam liang kewanitaannya yang langsung
kujilati sampai bersih.
“Gimana Put, enak?” tanyaku nakal. Dia mengangguk sambil
menggigit bibir, matanya basah kutahu dia masih takut. “Nah sekarang, kalau
kamu sudah ngerti enak, kita coba lagi ya, kamu nggak usah takut!”. Kuhampiri
bibirnya, kulumat bibirnya, dia mulai memberikan reaksi, kuraba buah dadanya
yang kecil, lalu kuhisap-hisap puting susunya, dia menggelinjang, lama kucumbui
dia, hingga dia merasa rileks dan mulai memberikan reaksi untuk membalas
cumbuanku, kemaluanku sudah tegang.
Kemudian kuraba liang kewanitaannya yang ternyata sudah
berlendir dan basah, kesempatan ini tidak kusia-siakan, kutancapkan kemaluanku
ke dalam liang kenikmatannya, dia berteriak kecil, “Aauu.. sakit Pak!”. Lalu
dengan perlahan kutusukkan lagi, sempit memang, “Akhh.. uuf sakit Pak..”.
Melihat wajahnya yang hanya meringis dengan bibir basah,
kuteruskan tusukanku sambil berkata, “Ini nggak akan lama sakitnya, nanti lebih
enak dari yang tadi, sakitnya jangan dirasain..” tanpa menunggu reaksinya
kutancapkan kemaluanku, meskipun dia meronta kesakitan, pada saat kemaluanku
terbenam di dalam liang surganya kulihat matanya berair (mungkin menangis) tapi
aku sudah tidak memikirkannya lagi, aku mulai mengayunkan semua nafsuku untuk
si Putri.
Hanya sekitar 7 menit dia tidak memberikan reaksi, namun setelah
itu aku merasakan denyutan di dalam liang kewanitaannya, kehangatan cairan
liang kewanitaannya dan erangan kecil dari bibirnya.
Aku tahu dia akan mencapai klimaks, ketika dia mulai
menggoyangkan pantatnya, seolah membantu kemaluanku memompa tubuhnya. Tak lama
kemudian, tangannya merangkul erat leherku, kakinya menjepit pinggangku,
pantatnya naik turun, matanya terpejam, bibirnya digigit sambil mengerang,
“Pak.. Pak terus.. Pak.. Put.. Puttt.. Putriii.. daapet
enaakhh Pak.. ahh..” mendengar erangan seperti itu aku makin bernafsu, kupompa
dia lebih cepat dan.. “Put.. akh.. akh.. akh..” kusemprotkan semua maniku dalam
liang kewanitaannya, sambil kupandangi wajahnya yang lemas. Aku lemas, dia pun
lemas.
“Put aku nikmat sekali, habis ini kamu mandi ya, terus beresin
tempat tidur ini ya!”, suruhku di tengah kenikmatan yang kurasakan.
“Ya Pak”, jawabnya singkat sambil mengenakan pakaiannya
kembali.
Ketika dia mau keluar kamar untuk mandi dia berbalik dan
bertanya, “Pak.. kalo pulang siang kayak gini telpon dulu ya Pak, biar Putri bisa
mandi dulu, terus bisa ngurutin Bapak lagi”, lalu ngeloyor keluar kamar, aku
masih tertegun dengan omongannya barusan, sambil menoleh ke sprei yang terdapat
bercak darah perawan Putri.
0 komentar:
Post a Comment